Lena di Pesantren Laa Tansa |
Pernah
mendengar Apoy Wali dulunya sempat mesantren di Banten? Betul sekali! Kali ini
rubrik Jelajah Pesantren menyuguhkan pembaca untuk ikut menyusuri pesantren
yang didirikan KH. Rifa’i Arif ini, yaitu
pesantren Laa Tansa dan Daar El-Qolam. Lena Sa’yati yang beberapa waktu lalu sempat menyambangi pesantren tersebut memberikan
laporannya untuk kita.
Januari lalu
saya bersama rombongan dari Pesantren Condong berkesempatan untuk mengunjungi
daerah Banten. Tujuan kami adalah Pesantren terbesar di sana, yaitu Laa
Tansa dan Daar el-Qolam. Cukup jauh perjalanan yang akan ditempuh, kami pun
memilih perjalanan malam (biar bisa tiduran). Namun tanpa disangka, kami malah
tersasar ke Merak karena Sopir memilih jalur lain dari yang sudah kami
tunjukan. Hal ini menjadikan kami harus memutar kembali arah serta bertanya
pada orang-orang di jalan.
Pukul 20.00
malam berangkat dari Tasikmalaya, dan pukul 09.00 pagi sampai di Banten. Cukup
pegal juga berlama-lama duduk di kursi bus, tapi sejuknya pesantren Laa Tansa
yang lokasinya tepat dibawah kaki Gunung, membuat kami bisa menghirup udara
pagi dengan segar, Alhamdulillah. Kebetulan juga pada saat itu hujan
rintik-rintik. Kami pun segera bergegas menuju wisma yang berjejer rapi dan
lumayan luas.
Beberapa
Ustadz dari Pesantren condong langsung menghadap Kyai untuk bersilaturahmi dan
meminta maaf atas keterlambatan kami. Sementara saya dan teman-teman langsung
mengincar kamar mandi karena sudah tidak tahan ingin mengguyur tubuh dengan
dinginnya air. Tak lama, kami diminta hadir di ruang Lab Mipa yang disulap
menjadi tempat pertemuan. Di sana, sudah berkumpul Pak kyai beserta jajaran
Asatidz dari Pesantren Laa tansa. MC pun memulai acara. Drs. Mahmud Farid, M.Pd
(Kepala Sekolah SMA Terpadu condong) dipersilahkan untuk terlebih dahulu
menyampaikan sambutannya. Beliau menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan kami
ke pesantren Laa Tansa. Untuk memecut semangat para pengajar di Pesantren
Condong, maka pihak Pondok berinisiatif untuk mengadakan Study Banding ke
beberapa pesantren di Indonesia. Laa Tansa pun terpilih menjadi salah satu
pesantren yang dituju.
Kyai Sholeh ketiga dari kiri |
Selanjutnya,
giliran Kyai Sholeh, S.Ag menyampaikan sambutan. Beliau beromantisme sejenak
tentang masa lalunya sempat nyantri di Gontor, dan ternyata beliau juga
merupakan kakak kelas Ustadz Mahmud. Sistem pendidikan Pesantren Laa Tansa pun
terinspirasi dari Pesantren Gontor. Salah satunya, bahasa Arab dan Inggris
menjadi alat komunikasi yang digunakan santri sehari-hari. Dulu sebelum pendiri
pesantren KH. Rifa’i Arif wafat, Kyai Syukri sering berkunjung ke Laa Tansa.
Beliau seringkali membawa semangat baru serta nasihat-nasihat yang membangun
bagi perkembangan pesantren. Hal itu pula yang sampai saat ini menjadi landasan
berbagai elemen pondok pesantren Laa Tansa. Mengenai Kyai Sholeh, saya baru
tahu kalau beliau ternyata menantu kyai Rifa’i Arif. Saya pun takjub dengan
sambutan beliau yang membahas beberapa hal seputar dakwah dan agama Islam
dengan sangat menawan serta ilmiah.
Acara berlanjut dengan
pengelompokan masing-masing bagian dari para Ustadzat dan Asatidz pesantren
Condong untuk menginterview langsung kepala staf tiap bagian di sana. Termasuk
saya yang langsung mewawancarai Ustadz Suyanto sebagai staf kesekretariatan.
Saya, Nove dan Rifa lebih memfokuskan pembicaraan mengenai seluk beluk Majalah.
Kebetulan di pesantren Laa Tansa juga punya Majalah Pesantren, namanya Majalah
Laa Tansa. Bedanya dengan Majalah Condong, mereka sudah terbit beberapa belas
tahun yang lalu, sedangkan kita baru memulai. Mudah-mudahan saja bisa istiqomah.
Amin.
Nih sama Ust. Suyanto ngomongin all about Majalah Pondok :) |
Tidak begitu lama
singgah di sana, dzuhur kami langsung bergegas menuju pesantren Daar El-Qolam
yang juga didirikan oleh pendiri Laa
Tansa. Namun Daar El-Qolam lebih dulu berdiri, dan luas wilayahnya pun tidak
seluas Laa Tansa, yaitu 40 hektar lebih, subhanallah. Sejenak sebelum tiba di
lokasi bis kami harus menyusuri gang yang cukup kecil sampai pak sopir
kewalahan, namun sesampainya di tempat tujuan, kami langsung terpana
menyaksikan keasrian pesantren yang sudah modern ini. Pukul 20.00 malam kami
tiba di sana dan langsung disambut hangat oleh para Ustadzat. Sesaat sebelum
pertemuan, kami sempat bertamu ke rumah Ibu Pimpinan, yaitu Hj. Enah Huwainah.
Banyak hal yang kami diskusikan di sana, mengenai pesantren, kondisi masyarakat
di sekitar pesantren, dll.
Setelah itu kami
langsung menuju ruang pertemuan. Di sana, kami sempat disuguhi film dokumenter
tentang sejarah berdirinya pesantren Daar El-Qolam. Barulah setelahnya kami
menyimak tausyiah serta sambutan dari KH. Odi Rosyadi yang merupakan Pimpinan
pesantren Daar El-Qolam 2. Acara berlangsung cair dan hangat, karena beliau
lebih senang berbicara dengan menyisipkan pesan-pesan humoris yang membuat kami
enjoy.
Ini di Daar El-Qolam |
Pukul 02.00 dini hari
kami berpamitan untuk melanjutkan perjalanan ke tempat peristirahatan, yaitu
pesantren alumni Condong yang terletak di daerah Tanggerang. Dan besoknya kami
menuju tempat wisata TMII. Benar-benar perjalanan yang mengesankan. Terlebih
sebelumnya pesantren Laa Tansa sempat memberikan cenderamata berupa buku
Biografi KH. Rifa’i Arif. Saya pribadi salut dan merinding membaca biografi
yang memuat perjalanan beliau dalam memperjuangkan Islam serta
pesantren-pesantrennya di Banten. Ini juga yang membuat semangat kami kembali
menyala, serta berjuang lebih istiqomah dan ikhlas. Perjalanan yang
menginspirasi dari Pesantren terbesar di Banten.
To be Continued..
To be Continued..
Nantikan tulisan selanjutnya dari Dua Pena sewaktu di TMII dan Trans Studio ya..
Warm Regards,
Dua Pena |
0 komentar:
Posting Komentar