Keliling Indonesia Hanya Dalam Waktu 2 Jam!

0 komentar
sepedaan di TMII


Sudah bisa nebak dong gimana bisa kita keliling Indonesia Cuma 2 jam? Yep, dateng aja ke Taman Mini Indonesia Indah alias TMII. Seperti yang dilakukan Dua Pena beberapa waktu lalu, kita juga nyempetin main kesana. Well, TMII ini lokasinya ada di Jakarta Timur, luasnya mencapai 150 hektar, wow luas kan? Tapi dengan RP 9.000,- aja kamu bisa tuh keliling TMII sepuasnya (belum termasuk tiket berbagai wahana ya).

Seperti yang dilakukan pengunjung lainnya, memang wahana yang sering jadi tujuan utama adalah kereta gantung. Dua pena juga langsung menuju kereta gantung, kan romantis juga bisa melihat bentangan Taman Mini dari ketinggian, berdua lagi, so sweet, hehe. Sempet ngeri sih takut berhenti di tengah-tengah, mirip film-film di bioskop, eh tapi Alhamdulillah nggak. Nah, yang bikin seru, turun dari kereta hantung, kita tergiur buat mobil-mobilan alias bumper car. Sepuasnya deh ngebanting-bantingin mobil, mumpung bukan mobil pribadi, hehe.

pemandangan TMII dari atas nih
Papah Urul seneng banget naik kereta gantung *norak*
Bumper Car. banting! banting!

Merasa perut lapar, kita lngsung menuju kantin. Seperti biasa, pasti Papah (panggilan saya ke Syahrul) milih menu kesukaannya yaitu soto. Kalau saya mah apa aja yang penting makanan halal dan enak, ckck. Tapi sayangnya pas makan hujan turun dan deras banget, jadi kita bingung deh mau nerusin jalan-jalan kayak gimana. Tapi bukan Dua pena namanya kalau gak bikin alternatif seru. Ada ide, beli topi di stand aksesoris, terus nyewa sepeda deh, habis itu? Kita jalan-jalan pakai sepeda sambil ujan-ujanan, huuuu so sweet lagi ya? Yang bener aja, basah kuyup begitu.

FYI, kita memang suka banget bersepeda, liburan ke mana pun pasti yang pertama dicari ya sepeda. 




masih di meusium telkom
Di sini sewa sepeda yang punya jok dua Cuma bayar 20.000,- aja dengan durasi waktu sejam.
Sambil bersepeda kami mengunjungi berbagai meusium dan wahana, termasuk naik perahu angsa dan balapan! Wuih makin seru aja. Terus sempet juga sih ke keong mas, waktu itu film yang diputar adalah ...apa ya, lupa lagi, maaf maaf. Nggak sempet masuk kok, karena waktu kita mepet. Habis itu ngapain? Ya belanjaaaa. Biasa, buat oleh-oleh orang di rumah. 

balapan di perahu angsa aja masih bisa pose :-p
Tuh teater keong mas nya masih tutup

belanja ah belanja
Udah kayaknya segitu aja, kita udah ngubek-ngubek Indonesia dua jam full. Udah cukup puas dan pegel. Jadi udahan dulu main di TMII nya, selanjutnya kita beranjak ke Bandung, nah ngapain lagi? Wait and see ya.. 

Note : Cuma masukan aja, kok rasanya banyak banget meusium yang bener-bener gak terawat ya. Mulai dari rusak, kotor, atapnya bocor, dll. Mungkin bisa dibenahi atau diperbaiki. 

Warm Regards,
Dua Pena
 

Perekrutan Anggota Baru Komunitas Matapena Pesantren Condong

0 komentar
calon anggota baru Komunitas Matapena Pesantren Condong


Kemarin tepatnya hari Minggu (21/4) kembali Komunitas Matapena Pesantren Condong menggandeng santri dari mulai kelas VII sampai kelas X untuk direkrut jadi anggota baru. Ada 42 peserta yang mendaftarkan diri, namun setelah melalui beberapa seleksi, jumlah peserta mengerucut menjadi 23 orang saja.

Perekrutan mulai berlangsung dari pukul 16.00 sore. Para peserta mulai registrasi ulang lalu mengumpulkan karya masing-masing berupa cerpen atau puisi. Ada yang unik kali ini peserta diminta membawa slayer, gunanya untuk menutup mata mereka. Nah lho? Bukan untuk disandra kok. Justru mereka dituntut untuk lebih peka terhadap lingkungan sekeliling dengan menggunakan perasaan, bukan lagi mata.

Well, jadi mereka digiring ke sebuah lapangan sambil berpegangan dengan temannya yang lain. Sesampainya ditengah lapang, mereka mulai saling dipisahkan satu sama lain. Dan tahu apa reaksi mereka? Gak tahu kenapa tangannya susaaaaah banget buat dilepas. Kesannya mereka mungkin seperti ada di dunia lain dan tidak mau dipisah dengan temannya. Padahal boro-boro di dunia lain, orang yang nonton kelakuan mereka buanyak plus lokasinya pun Cuma beberapa meter dari tempat asal. Lebay juga ya? Hehe.

Mata merem, sambil denger yang teater

Dengan mata tertutup, mereka disuruh duduk. Barulah tim teater muncul dan memulai aksi mereka. Para peserta pun mencari-cari dari mana arah suara. Setelah beberapa lama, baru penutup mata mereka dibuka dan hasilnya? Mereka ketawa-ketawa sendiri. Ya gimana nggak, orang mereka cuma pindah tempat sejengkal dan ditonton banyak orang, nah lho!

Pembagian kelompok diskusi

Oh iya, setelah itu mereka diminta berkomentar seputar kejadian tadi. Setelah itu mereka baru dikelompokan untuk dibimbing fasilitator dari panitia. Gunanya, dalam rangka sharing plus penanaman nilai-nilai komunitas kepada masing-masing peserta. Besoknya peserta yang lolos akan diumumkan. Namun, ada surat perjanjian dan persyaratan yang harus mereka penuhi sebelum sah menjadi anggota baru Komunitas. Mau tahu apa aja? Ini dia!

1.      Mengikuti Perekrutan
2.      Bersedia menjadi member komunitas matapena Pesantren Condong
3.      Bersedia untuk ikut kumpul Jum’atan dan Ahad sore setiap minggu
4.      Bersedia untuk terus membaca, bersastra dan berkarya sampai akhir hayat
5.      Mengikuti segala persyaratan dan ketentuan yang berlaku.



Selanjutnya, saya pribadi merasa bahagia menemukan orang-orang seperti mereka. Anak-anak yang mau sadar tentang dua budaya penting yang bisa merubah sebuah peradaban. Selamat datang calon para penghunus pena. Semoga kalian menjadi para pemikir, penulis, ilmuan dan sastrawan yang bermanfaat di masa yang akan datang. Amin :)


Warm Regards,
Lena Sa'yati (Dua Pena)

Menyusuri Pesantren Terbesar di Banten

0 komentar

Lena di Pesantren Laa Tansa
Pernah mendengar Apoy Wali dulunya sempat mesantren di Banten? Betul sekali! Kali ini rubrik Jelajah Pesantren menyuguhkan pembaca untuk ikut menyusuri pesantren yang didirikan KH. Rifa’i Arif ini, yaitu  pesantren Laa Tansa dan Daar El-Qolam.  Lena Sa’yati yang beberapa waktu lalu sempat menyambangi pesantren tersebut memberikan laporannya untuk kita.

Januari lalu saya bersama rombongan dari Pesantren Condong berkesempatan untuk mengunjungi daerah Banten. Tujuan kami adalah Pesantren terbesar di sana, yaitu Laa Tansa dan Daar el-Qolam. Cukup jauh perjalanan yang akan ditempuh, kami pun memilih perjalanan malam (biar bisa tiduran). Namun tanpa disangka, kami malah tersasar ke Merak karena Sopir memilih jalur lain dari yang sudah kami tunjukan. Hal ini menjadikan kami harus memutar kembali arah serta bertanya pada orang-orang di jalan.   
Pukul 20.00 malam berangkat dari Tasikmalaya, dan pukul 09.00 pagi sampai di Banten. Cukup pegal juga berlama-lama duduk di kursi bus, tapi sejuknya pesantren Laa Tansa yang lokasinya tepat dibawah kaki Gunung, membuat kami bisa menghirup udara pagi dengan segar, Alhamdulillah. Kebetulan juga pada saat itu hujan rintik-rintik. Kami pun segera bergegas menuju wisma yang berjejer rapi dan lumayan luas.
Beberapa Ustadz dari Pesantren condong langsung menghadap Kyai untuk bersilaturahmi dan meminta maaf atas keterlambatan kami. Sementara saya dan teman-teman langsung mengincar kamar mandi karena sudah tidak tahan ingin mengguyur tubuh dengan dinginnya air. Tak lama, kami diminta hadir di ruang Lab Mipa yang disulap menjadi tempat pertemuan. Di sana, sudah berkumpul Pak kyai beserta jajaran Asatidz dari Pesantren Laa tansa. MC pun memulai acara. Drs. Mahmud Farid, M.Pd (Kepala Sekolah SMA Terpadu condong) dipersilahkan untuk terlebih dahulu menyampaikan sambutannya. Beliau menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan kami ke pesantren Laa Tansa. Untuk memecut semangat para pengajar di Pesantren Condong, maka pihak Pondok berinisiatif untuk mengadakan Study Banding ke beberapa pesantren di Indonesia. Laa Tansa pun terpilih menjadi salah satu pesantren yang dituju.

Kyai Sholeh ketiga dari kiri
Selanjutnya, giliran Kyai Sholeh, S.Ag menyampaikan sambutan. Beliau beromantisme sejenak tentang masa lalunya sempat nyantri di Gontor, dan ternyata beliau juga merupakan kakak kelas Ustadz Mahmud. Sistem pendidikan Pesantren Laa Tansa pun terinspirasi dari Pesantren Gontor. Salah satunya, bahasa Arab dan Inggris menjadi alat komunikasi yang digunakan santri sehari-hari. Dulu sebelum pendiri pesantren KH. Rifa’i Arif wafat, Kyai Syukri sering berkunjung ke Laa Tansa. Beliau seringkali membawa semangat baru serta nasihat-nasihat yang membangun bagi perkembangan pesantren. Hal itu pula yang sampai saat ini menjadi landasan berbagai elemen pondok pesantren Laa Tansa. Mengenai Kyai Sholeh, saya baru tahu kalau beliau ternyata menantu kyai Rifa’i Arif. Saya pun takjub dengan sambutan beliau yang membahas beberapa hal seputar dakwah dan agama Islam dengan sangat menawan serta ilmiah.
             Acara berlanjut dengan pengelompokan masing-masing bagian dari para Ustadzat dan Asatidz pesantren Condong untuk menginterview langsung kepala staf tiap bagian di sana. Termasuk saya yang langsung mewawancarai Ustadz Suyanto sebagai staf kesekretariatan. Saya, Nove dan Rifa lebih memfokuskan pembicaraan mengenai seluk beluk Majalah. Kebetulan di pesantren Laa Tansa juga punya Majalah Pesantren, namanya Majalah Laa Tansa. Bedanya dengan Majalah Condong, mereka sudah terbit beberapa belas tahun yang lalu, sedangkan kita baru memulai. Mudah-mudahan saja bisa istiqomah. Amin.

Nih sama Ust. Suyanto ngomongin all about Majalah Pondok :)
             Tidak begitu lama singgah di sana, dzuhur kami langsung bergegas menuju pesantren Daar El-Qolam yang juga didirikan oleh pendiri  Laa Tansa. Namun Daar El-Qolam lebih dulu berdiri, dan luas wilayahnya pun tidak seluas Laa Tansa, yaitu 40 hektar lebih, subhanallah. Sejenak sebelum tiba di lokasi bis kami harus menyusuri gang yang cukup kecil sampai pak sopir kewalahan, namun sesampainya di tempat tujuan, kami langsung terpana menyaksikan keasrian pesantren yang sudah modern ini. Pukul 20.00 malam kami tiba di sana dan langsung disambut hangat oleh para Ustadzat. Sesaat sebelum pertemuan, kami sempat bertamu ke rumah Ibu Pimpinan, yaitu Hj. Enah Huwainah. Banyak hal yang kami diskusikan di sana, mengenai pesantren, kondisi masyarakat di sekitar pesantren, dll.
             Setelah itu kami langsung menuju ruang pertemuan. Di sana, kami sempat disuguhi film dokumenter tentang sejarah berdirinya pesantren Daar El-Qolam. Barulah setelahnya kami menyimak tausyiah serta sambutan dari KH. Odi Rosyadi yang merupakan Pimpinan pesantren Daar El-Qolam 2. Acara berlangsung cair dan hangat, karena beliau lebih senang berbicara dengan menyisipkan pesan-pesan humoris yang membuat kami enjoy. 

Ini di Daar El-Qolam
             Pukul 02.00 dini hari kami berpamitan untuk melanjutkan perjalanan ke tempat peristirahatan, yaitu pesantren alumni Condong yang terletak di daerah Tanggerang. Dan besoknya kami menuju tempat wisata TMII. Benar-benar perjalanan yang mengesankan. Terlebih sebelumnya pesantren Laa Tansa sempat memberikan cenderamata berupa buku Biografi KH. Rifa’i Arif. Saya pribadi salut dan merinding membaca biografi yang memuat perjalanan beliau dalam memperjuangkan Islam serta pesantren-pesantrennya di Banten. Ini juga yang membuat semangat kami kembali menyala, serta berjuang lebih istiqomah dan ikhlas. Perjalanan yang menginspirasi dari Pesantren terbesar di Banten. 

To be Continued..
Nantikan tulisan selanjutnya dari Dua Pena sewaktu di TMII dan Trans Studio ya..

Warm Regards,       
Dua Pena